Tangerang Selatan , Korantangsel.com - Sebelum peristiwa perobekan kitab suci Al-quran dan perusak tempat ibadah di Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang pada Selasa (29/9/2020) lalu. S ternyata mulanya anak yang baik dan penurut.
“Pemberitaan yang menyebutkan sejak Kelas 3 SMP, S susah tidur
dan memicu perkelahian adalah tidak benar sama sekali,” kata Abdul Hamim Jauzie
kuasa hukum S dari LBH Keadilan.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Keadilan – Banten (LBH Keadilan)
telah ditunjuk Keluarga S (terduga vandalisme Mushalla Darus Salam, Tangerang)
sebagai pengacara untuk mendampingi S selama menjalani proses hukum.
“Agar pemberitaan berimbang, berikut ini kami sampaikan
kronologi, fakta yang Tim Pengacara peroleh,”Terangnya.
Sebelum terjadi Peristiwa.
1. S mulanya anak yang penurut, dan baik.
Pemberitaan yang menyebutkan sejak Kelas 3 SMP, S susah tidur dan memicu
perkelahian adalah tidak benar sama sekali.
2. Sekitar Januari 2020, S mulai mengalami perubahan dalam
berbicara. Sejak ada perubahan tersebut, S suka mengajak atau menantang
orang-orang yang tidak dikenalnya untuk berkelahiC dengannya tanpa alasan yang
jelas.
3. Pada Juli 2020/ malam hari Idul Adha, S terlibat pekelahian
yang menyebabkan ia menderita luka cukup serius di kepalanya. S dilarikan ke
rumah sakit oleh keluarganya dan menjalani CT Scan yang hasilnya menunjukkan
bahwa terdapat keretakan pada bagian pelipis kepalanya.
4. Setelah peristiwa perkelahian tersebut sampai dengan saat
ini, S sudah tidak mau lagi melaksanakan sholat, baik itu di rumah maupun di
mushola. S terakhir kali melaksanakan sholat di Musholla yaitu pada malam Idul
Adha.
5. Jika orang tuanya menyuruh sholat, *S selalu saja membantah
dengan mengatakan berbagai hal, antara lain: “kalau saya sholat, nanti anak
saya masuk neraka jahanam”.
6. Pada 20 Agustus 2020, S kembali membuat masalah. Dengan tanpa
alasan yang jelas,S melakukan pemukulan kepada pengemudi ojek online. Namun
kejadian tersebut akhirnya berujung damai. Sebab, pengemudi ojek online
tersebut memaklumi kondisi yang dialami oleh S, dan orang tua S bersedia
membiayai pengobatan pengemudi ojek tersebut.
7. Pasca pemukulan pengemudi ojek online tersebut, S tidak mau
mandi kurang lebih selama satu minggu. Melihat keadaan itu, kakaknya mencoba
memaksa S untuk mandi, akan tetapi S tetap tidak mau. Dengan segala upaya
keluarga, akhirnya Ibunya berhasil membujuk S untuk mandi. Namun, S tidak mandi
sendiri, melainkan dimandikan oleh Ibunya.Saat dimandikan, S hanya berdiam
diri.
8. Sejak peristiwa pemukulan pengemudi ojek online, S terpaksa
dikurung di rumah oleh kedua orang tuanya karena merasa khawatir S akan kembali
berulah dan membuat masalah lagi.
9. Setelah S lulus SMK, S pernah menyampaikan keinginannya
kepada ibunya untuk segera menikah dan memiliki anak. Kira-kira dia berkata
demikan: “S pengen menikah, supaya punya anak yang lucu”. Hal ini juga dianggap
aneh oleh Ibunya.
10. S memang tercatat sebagai mahasiswa (Semester I) di salah
satu perguruan tinggi swasta di Jakarta jurusan psikologi. Namun hal tersebut
lantaran orang tuanya-lah yang berinisiatif untuk mendaftarkan S kuliah, bukan
atas kehendak S sendiri.
11. Kapan perkuliahan dimulai, S sama sekali tidak mengetahui
jadwal perkuliahannya sendiri, hingga membuat ibunya yang berusaha mencari tahu
tentang jadwalnya. Dimana akhirnya diketahui pula bahwa perkuliahan sudah
dimulai beberapa hari sebelumnya.
12. Pada saat perkuliahan, S harus didampingi oleh ibunya.
Sebab, jika tidak didampingi, S seringkali mematikan media/sarana yang
digunakannya untuk mengikuti perkuliahan online. Hingga pernah suatu ketika,
saat jeda/break kelas mata kuliah Psikologi yang pada waktu itu membahas
mengenai “syaraf otak”, S tiba-tiba marah karena merasa tersinggung dengan hal
tersebut dan mengatakan kepada ibunya: “gak mahasiswa gak dosennya sama saja,
suka nyinggung aku (dosennya yang membahas mengenai ‘syaraf otak’ dianggap
menyinggung dia)”.
13. Pada waktu yang lain, S juga pernah menyatakan kepada ibunya
bahwa dia merasa kebingungan sedang berada dimana, padahal saat itu S sedang
berada dirumahnya sendiri. Kondisi-kondisi tersebutlah yang membuat orang tua
SKN membawanya pergi berobat ke beberapa tempat, seperti dilakukan ruqiyah,
hipnoterapi, hingga mendatangi psikolog. Keterangan dalam Certification
Hypnosis Hypnotherapy, menyebutkan terkait kondisi S, yaitu (1) Ngomong sering
tidak masuk akal; (2) Malas beraktifitas; (3) Emosi terkadang tidak terkontrol;
dan, (4) Berperilaku tidak seperti biasanya. Pemeriksaan dengan Hypnotherapy
ini dilakukan pada 8 dan 16 September 2020.
14. Beberapa hari terakhir sebelum kejadian, S mengalami susah
tidur.Pada malam sebelum kejadian, S terdengar bernyanyi-nyanyi sambil
mendengarkan musik, lalu pada pukul 03.30 WIB terdengar memukul-mukul tembok
kamarnya seraya berteriak: “Stres nih aku gak bisa tidur. Aku stress ini
dikurung terus gak bisa kemana-mana stress aku”. Akibat S memukul-mukul tembok
kamarnya, tangannya menjadi lecet.
15. Senin 28 September 2020, yakni satu hari sebelum peristiwa
pencoretan Musholl, S hampir mencoba untuk membunuh ibunya dengan cara mencekik
lehernya seraya berkata: “darah lu tuh halal, karena lu gak bermanfaat, kalau
gue bermanfaat bagi ribuan umat”. Namun aksi SKN tersebut berhasil digagalkan
oleh tetangganya yang mengetahui kejadian tersebut.
16. Tetangga S, termasuk Ibu RT mengetahui bahwa S ada masalah
gangguan kejiwaan. Hal ini dituturkan Ibu RT kepada TV One dalam Program Fakta.
Hari Peristiwa Terjadi
17. Selasa 29 September 2020, Ibu S mendengar tetangganya
memangil-manggil seraya berteriak: “bude itu S keluar, S keluar”. Tindakan
tetangganya tersebut dilakukan lantaran para tetangga lingkungan sekitar rumah
S sudah mengetahui kondisi S serta tahu bahwa S sedang dikurung orang tuanya.
18. Pada awalnya ibunya sempat merasa tenang, karena mendapat
info jika S keluar bersama temannya. Ibunya berpikir bahwa setidaknya dia tidak
keluar sendiri (ada yang mendampingi). Akan tetapi, setelah mengetahui bahwa S
dan temannya ternyata pergi dengan arah yang berbeda, kepanikan-pun seketika
muncul kembali. Akhirnya, keluarga dengan dibantu oleh tetangga berkeliling
mencari keberadaan S.
19. Beberapa jam setelah S berada di rumah, keluarga dikagetkan
oleh kedatangan kepolisian di rumahnya dan melakukan kemudian melakukan
penangkapan terhadap S.Karena diduga telah melakukan pencoretan (aksi
vandalism) di Musholla.
Setelah Peristiwa Terjadi
20. Pada saat di kepolisian, kepada Penyidik S sempat mengaku
perbuatannya dilakukan berdua bersama seorang perempuan bersama A. A merupakan
tetangga yang rumahnya tidak jauh dari kediaman S. Namun, Ayah S menyatakan
bahwa Stidak pernah keluar bersama A. A hanya kenal sebatas tetangga saja.
21. Setelah itu Penyidik lanjut menanyakan dimana tempat bertemu
dengan A, S menjawab melalui hubungan batin.
22. Kemudian pada saat berada di tahahanan, S pernah meminta
uang Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) kepada keluarganya yang membesuk,
dengan mengatakan bahwa dia ingin jalan-jalan pada esok hari, padahal dia
sedang berada di tahanan yang tidak mungkin bisa jalan-jalan keluar. Hal ini
lantaran hingga saat ini S diduga kuat tidak sadar sedang menjalani masa
tahanan karena keadaan jiwa dari S itu sendiri. (Korantangsel.com,red,jon)