Nasional, Korantangsel.com - (Jakarta) Menanggapi kejadian viral baru-baru ini, dimana seorang oknum advokat dengan toga lengkap melakukan tindakan memalukan dengan berteriak-teriak di ruang persidangan hingga melakukan aksi naik ke meja. Alexander Waas, SH, MM Direktur Eksekutif AWAL Institute memberikan tanggapan bahwa hal tersebut dapat terjadi karena lemahnya regulasi terkait dengan sanksi etik profesi advokat. (10/02)
“Penyebabnya adalah, sistem multibar pada saat ini membuat banyak
oknum-oknum advokat bertindak semaunya, tanpa sanksi etik yang jelas. Jadi,
ketika dikanakan sanksi dari organisasi advokat yang satu, si oknum akan pindah
ke organisasi lain”
Menurutnya negara bertanggung jawab atas kekisruhan organisasi advokat
dan juga munculnya organisasi advokat baru yang tidak menerapkan standar
profesi dan mekanisme pengangkatan yang semestinya. Oleh karena itu, negara
harus hadir dan memberikan solusi dengan dibentuknya Dewan Advokat Nasional
melalui revisi undang-undang advokat.
“Undang-undang advokat sebetulnya sudah cukup baik, namun dalam
penerapannya terjadi berbagai polemik, dan permasalahan yang muncul tidak
kunjung diselesaikan secara arif dan bijaksana, oleh karena itu revisi
undang-undang advokat harus segera dilaksanakan” pungkasnya.
Alexander menilai bahwa Single Bar harus dimaknai dengan adanya satu
wadah tunggal yang mengatur mekanisnme pendidikan, pengangkatan, etika profesi
hingga pemberhentian advokat yang keputusannya final dan mengikat sehingga
oknum-oknum advokat nakal tidak bisa menjadi kutu loncat dengan
berpindah-pindah organisasi.
“Saya kira, perlu sikap arif dan bijaksana dari berbagai pihak khususnya
para senior advokat untuk berhenti berpolemik, menanggalkan ego sektoral
organisasi masing-masing dan memikirkan nasib advokat Indonesia di masa yang
akan datang”
Dengan adanya pembentukan Dewan Advokat Nasional melalui revisi
undang-undang advokat, diharapkan peristiwa tidak patut yang dilakukan oleh
oknum advokat tidak terjadi lagi baik di dalam maupun diluar persidangan.
(korantangsel.com, dini)