BREAKING NEWS

TANGERANG SELATAN

NASIONAL

TANGERANG RAYA

Wednesday, December 3, 2025

Pemkot Tangerang Kawal Proses Hukum dan Pemulihan Korban Dugaan Kasus Pelecehan di Sekolah


NASIONAL, korantangsel.com – (Kota Tangerang) Pemerintah Kota Tangerang menegaskan komitmennya dalam memberikan perlindungan maksimal kepada anak dengan merespons cepat laporan dugaan pelecehan yang melibatkan oknum guru di salah satu sekolah di Kota Tangerang.

Melalui koordinasi lintas perangkat daerah, langkah pendampingan hukum, pemulihan psikologis, hingga penjaminan hak pendidikan korban langsung dijalankan sejak laporan diterima.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Tangerang Tihar Sopian mengatakan, pihaknya telah menerima laporan dugaan pelecehan tersebut secara langsung.

Tihar melanjutkan, pihaknya segera menindaklanjuti melalui pendampingan menyeluruh, baik dari sisi hukum maupun pemulihan psikologis korban.

“Sejak laporan masuk, kami langsung melakukan asesmen, pendampingan, serta memastikan korban mendapatkan perlindungan secara penuh. Ini merupakan komitmen Pemkot Tangerang dalam menangani kasus, terutama yang melibatkan anak dan lingkungan pendidikan,” papar Tihar, Rabu (3/12/25).



Tihar menjelaskan, pada saat laporan diterima (7 November 2025), korban didampingi tim UPTD PPA Kota Tangerang membuat laporan resmi ke Polres Metro Tangerang Kota.

Selanjutnya, pada 10 November 2025 korban menjalani pemeriksaan visum et repertum di RSUD Tangerang dan menerima layanan konseling psikolog di UPTD PPA sebagai bagian dari upaya pemulihan trauma.

"Pada 17 November 2025, UPTD PPA mengundang kepala sekolah untuk klarifikasi serta membahas langkah perlindungan lanjutan. Pertemuan juga dihadiri oleh Komnas Anak Kota Tangerang," jelasnya.

Dari pertemuan tersebut, disepakati bahwa korban dapat melaksanakan ujian sekolah dari rumah untuk menghindari potensi trauma saat bertemu pelaku. Serta, siap memfasilitasi perpindahan sekolah korban sesuai permintaan keluarga.

Sementara itu, Plt Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang Ruta Ireng Wicaksono menegaskan, pihaknya telah menonaktifkan terduga pelaku. Pemkot Tangerang tidak akan menolerir kejadian pelecehan verbal, fisik maupun seksual.



"Apalagi kekerasan dan bullying di lingkungan sekolah dan dunia pendidikan. Terduga pelaku telah dinonaktifkan dan semuanya akan diproses sesuai aturan dan hukum yang berlaku," tegas Ruta.

"Sedangkan pada terduga korban, bersama seluruh pihak sudah difasilitasi secara menyeluruh. Mulai dari keamanan dan kenyamanan ujian di rumah, serta proses pemindahan sekolah jika diinginkan," kata Ruta melalui sambungan telepon.

Pemerintah Kota Tangerang menegaskan sikap zero tolerance terhadap segala bentuk pelanggaran, terlebih yang terjadi di lingkungan pendidikan. Pemkot berkomitmen mengawal proses hukum hingga tuntas sekaligus memastikan hak pendidikan dan perlindungan terduga korban tetap terpenuhi. (korantangsel.com – mega)












Tuesday, December 2, 2025

Dorong Penguatan Kapasitas di Kecamatan Tangerang, Arief Wibowo : Peran Mulia Guru Ngaji

Dorong Penguatan Kapasitas di Kecamatan Tangerang, Arief Wibowo : Peran Mulia Guru Ngaji


Tangerang Raya, Korantangsel.com – Wakil Ketua II DPRD Kota Tangerang, Arief Wibowo, menegaskan guru ngaji merupakan pilar penting dalam membentuk masyarakat Kota Tangerang yang religius dan berakhlakul karimah. 


Seiring dengan itu penting juga menata niat dan mindset agar guru ngaji memiliki motivasi kuat dalam menjalankan tugas pembinaan keagamaan.


Penegasan tersebut disampikan Arief saat menjadi narasumber dalam kegiatan Pembinaan Guru Ngaji Tingkat Kecamatan Tangerang di Kantor MUI Kecamatan Tangerang, Selasa (2/12/25).


“Guru ngaji punya peran mulia, bukan hanya duniawi, tetapi juga ukhrawi. Ilmu yang diajarkan menjadi amal jariyah,” ujarnya.


Selain itu, Arief mengajak para guru ngaji untuk memahami karakter belajar peserta didik dengan system auditori, visual, dan kinestetik, agar pembelajaran berlangsung lebih kondusif dan menyenangkan.


Di era digital, Arief mendorong guru ngaji untuk terus mengupgrade diri melalui sumber-sumber ilmu secara online. Menurutnya, kemampuan beradaptasi dengan teknologi akan memperkuat kualitas pembelajaran Al-Qur’an di tingkat masyarakat.


Ia juga menegaskan komitmen DPRD terhadap penguatan SDM religius di Kota Tangerang melalui dukungan anggaran dan pelatihan teknis berkelanjutan bagi guru ngaji. 


“Jika guru ngajinya kuat, anak-anak senang belajar, dan pembelajaran Al-Qur’an menjadi menyenangkan. Ini investasi penting bagi masa depan SDM Kota Tangerang,” tutupnya.


Diketahui, kegiatan pembinaan ini diikuti 50 guru ngaji se-Kecamatan Tangerang, yang dibuka lanngsung oleh Waki Wali Kota Tangerang, Maryono Hasan, dan dihadiri Camat Tangerang, Yudi Pradana, Ketua MUI Kecamatan Tangerang, KH. M. Masta Hermansyah,  Sekretaris LPTQ Kecamatan Tangerang Ustadz M. Ramdhani. (Yud)

Friday, November 28, 2025

Eksepsi Nurhadi: Tuduhan Mengambang, Standar Ganda, dan Pertaruhan Keadilan di Pengadilan Tipikor


NASIONAL, korantangsel.com – (DKI Jakarta) — Suasana ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Jumat (28/11/2025) kembali tegang ketika majelis hakim melanjutkan persidangan terdakwa Nurhadi, mantan Sekretaris Mahkamah Agung, dalam perkara Tindak Pidana Korupsi No. 126/Pid.Sus-TPK/2025. Agenda hari itu: pembacaan eksepsi atau keberatan atas surat dakwaan penuntut umum.

Tim penasihat hukum yang dipimpin Dr. Maqdir Ismail mengajukan keberatan mendasar terhadap dakwaan Nomor 56/'TUT.01.04/24/11/2025 yang dibacakan Jaksa KPK pada 18 November lalu. Intinya: mereka meminta kejelasan dasar perbuatan pidana yang dituduhkan kepada kliennya.

“Ada perbedaan angka yang sangat signifikan—dalam dakwaan disebut 300 miliar, di tempat lain 170 miliar. Apa yang sesungguhnya terjadi?” ujar Maqdir, seusai sidang.

“Bagaimanapun, dakwaan bukan sekadar menyusun cerita. Harus jelas kriminal pokok apa yang dilakukan terdakwa sehingga ia harus dihukum,”lanjutnya.

Menurut Maqdir, KPK justru memperpanjang jalur perkara dengan memisahkan kasus suap dan gratifikasi dari perkara korupsi sebelumnya, dan kini menambahkan dakwaan TPPU (tindak pidana pencucian uang).

Langkah itu, katanya, bukan saja tidak adil, namun berpotensi menjadi upaya memperlama hukuman atas satu perbuatan yang sama.

“Menjadikan perkara ini dua kali seolah-olah upaya memperberat hukuman. Proses hukum itu untuk keadilan dan kepastian hukum, bukan membuat orang jatuh,” tegasnya.

 


Standar Ganda dan Kasus Kaesang sebagai Pembanding

Dalam dokumen eksepsi setebal puluhan halaman, tim kuasa hukum juga menyoroti apa yang mereka sebut sebagai penerapan standar ganda oleh KPK. Mereka mempertanyakan asumsi bahwa setiap penerimaan uang yang dilakukan Rezky Herbiyono, menantu Nurhadi, otomatis dikaitkan dengan jabatan mertuanya.

“Lantas masihkah relevan mempertanyakan apakah Rezky Herbiyono sebagai menantu tidak dapat menjalankan bisnis? Atau setiap penerimaan bisnisnya dianggap sebagai penerimaan terdakwa?” demikian bunyi petikan eksepsi.

Penasihat hukum membandingkannya dengan kasus Kaesang Pangarep, putra Presiden Joko Widodo, yang pernah menerima fasilitas jet pribadi dan menjadi perbincangan publik.

Saat itu, KPK menyatakan tidak berwenang memeriksa karena Kaesang bukan penyelenggara negara, dan perlu dibuktikan dulu apakah fasilitas itu terkait jabatan ayahnya.

“Jika fasilitas jet pribadi Kaesang bisa dianggap tidak terkait dengan jabatan ayahnya, mengapa penerimaan Rezky Herbiyono selalu dikaitkan dengan Nurhadi?” tulis pembela dalam eksepsi.

Kuasa hukum menilai bahwa seluruh transaksi yang dilakukan Rezky berasal dari kegiatan bisnis pribadi, tanpa sepengetahuan atau keterlibatan Nurhadi. Tidak ada aliran uang dari Rezky kepada terdakwa, dan tidak terbukti ada hubungan timbal balik terkait jabatan Sekretaris MA.

“Jika penerimaan Rezky yang merupakan hasil bisnis disangkutkan dengan Nurhadi, apa bedanya dengan fasilitas yang diterima Kaesang?”


Pertaruhan bagi Prinsip Keadilan

Tim pembela menegaskan bahwa perlakuan berbeda ini menunjukkan penyidik dan penuntut umum menerapkan dua standar dalam menentukan subjek tersangka. Bila dibiarkan, mereka memperingatkan, ini akan menjadi preseden buruk bagi sistem hukum di Indonesia.

“Apabila Majelis Hakim mengabaikan fakta ini, maka akan menjadi preseden buruk bagi peradaban serta prinsip keadilan dalam penegakan hukum di republik ini,” tegas mereka.

Persidangan akan dilanjutkan pada Senin, 8 Desember 2025, dengan agenda mendengarkan tanggapan jaksa atas eksepsi pihak terdakwa.

Sementara itu, publik menanti: apakah hakim akan mencermati persoalan substansial terkait kepastian hukum dan dugaan standar ganda, ataukah perjalanan panjang perkara Nurhadi kembali terjerat di labirin proses yang tak kunjung selesai? (korantangsel.com – mega)












 

 

 
Copyright © 2014 RANSEL. Designed by OddThemes